Seruling di Lembah sunyi
Seiring Bersama alunan bunyi
Seruling dilembah sunyi
Disana kududuk seorang diri
Menjelang malam hari
Teringat ku kan seorang kasihku
Yang telah pergi entah kemana
Oh angin sanpaikan salamku
Kunanti ia di lembah sunyi
Seindah alunan seruling senja
Begitu cintaku padanya…
kasihku tercinta ,
Bersama surat ini kukirimkan padamu sepotong senja dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Apakah kamu menerimanya dalam keadaan lengkap? Seperti setiap senja pantai, tentu ada juga burung-burung, pasir yang basah, siluet batu karang, dan barang kali juga perahu lewat kejauahan. Maaf, aku tidak sempat menelitinya satu per satu. Mestinya ada juga slokan, batu yang berwarna-warni, dan bias cahaya cemerlang yang berkeretap seperti buih yang bagaikan impian selalu saja membuat aku mengangankan segala hal yang paling mungkin ku lakuakan bersamamu meski aku tahu semua itu akan tetap tinggal sebagai kemungkinan yang entah kapan menjadi kenyataan.
Ku kirimkan sepotong senja ini untukmu sayang, dalam amplop yang tertutup rapat, dari jauh, karena aku ingin memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar kata-kata. Sudah terlalu banyak kata di dunia ini saying, dan kata-kata, ternyata, tidak mengubah apa-apa. Akau tidak akan menambah kata-kata yang sudah tak terhitung jumlahnya dalam sejarah kebudayaan manusia. Untuk apa?kata-kata tidak ada gunanya dan selalu sia-sia. Lagipula siapakah yang masih sudi mendengarkannya? Didunia ini semua orang sibuk berkata-kata tanpa mendengarkan kata-kata orang lain. Mereka berkata-kata tanpa peduli apakah ada orang lain yang mendengarkannya. Bahkan mereka juga tidak peduli dengan kata-katanya sendiri. Sebuah dunia yang sudah kelebihan kata-kata tanpa makna. Kata-kata sudah luber dan tidak dibutuhkan lagi. Setiap kata bias dig anti artinya. Setiap arti bias diubah maknanya. Itulah dunia kita kasih…
Kukirimkan sepotong senja untukmu.bukan kata-kata cinta. Kukirimkan padamu sepotong senja yang lembut dengan langit kemerah-merahan yang nyata dan betul-betul ada dalam keadaan yang sama seperti ketika aku mengambilnya saat matahari hamper tenggelam ke balik cakrawala.
Sebuah pantai dengan senja yang indah, ombak, angin, dan kepak burung – tak lupa cahaya keemasan dan bias ungu pada mega-mega yang berarak bagaikan aliran mimpi. Aku berjalan ke tepi pantai. Tenggelam dalam guyuran alam yang perawan. Nyiur tentu saja, matahari dan dsar lautan yang bening dengan lidah ombak yang mendesis-desis.
Dengan ini kukirimkan kerinduan ku padamau dengan cium, peluk dan bisikan terhangat, dari sebuah tempat yang paling sunyi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar