2008/05/07

Merebut kekuasaan dalam dunia politik

Menjelang ditutupnya tahun 2007, berikut ini adalah sekadar bahan untuk

renungan bersama mengenai masa depan rakyat beserta negara RI :

Dengan datangnya tahun baru 2008, maka mungkin ada banyak orang yang

bertanya-tanya apakah tahun baru ini akan bisa mendatangkan

perubahan-perubahan besar yang menguntungkan negara dan bangsa, serta bisa

memperbaiki kehidupan sebagian terbesar rakyat Indonesia?

Mohon ma’af terlebih dulu kepada para pembaca yang sekiranya mempunyai

harapan (atau ilusi?) bahwa tahun 2008 bisa merupakan tahun yang membawa

perubahan-perubahan besar yang menguntungkan rakyat. Sebab, tulisan ini

dengan terus-terang menyatakan bahwa tahun 2008 akan tetap mengecewakan atau

akan terus menyedihkan bagi sebagian terbesar rakyat kita. Terutama bagi

rakyat miskin yang jumlahnya lebih dari 40 juta orang, serta bagi orang yang

menganggur (termasuk pengangguran di kalangan orang muda) yang juga puluhan

juta jumlahnya.

Di samping itu, korupsi akan tetap terus merajalela, baik di kalangan atas,

menengah maupun kalangan bawah. Penyuapan, penggelapan, penyalahgunaan

kekuasaan dan praktek-praktek bathil lainnya akan terus banyak terjadi di

berbagai bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ketidakjujuran dan

ketidakadilan para hakim, para jaksa, para pejabat kepolisian, akan tetap

menjadikan hukum di Indonesia dilecehkan oleh banyak orang. Kebejatan moral

yang sangat meluas ini akan terus - dalam tahun 2008 – menjadikan bangsa

kita sakit parah.

Dan ketika sebagian terbesar rakyat kita mengalami penderitaan berat akibat

kehidupan sehari-hari yang sulit (bahkan banyak yang busung lapar) maka

kita akan menyaksikan juga bahwa sebagian kecil bangsa kita hidup dengan

kelewat mewah berlebih-lebihan. Yang patut kita kutuk atau kita hujat adalah

bahwa banyak kehidupan bermewah-mewah dan berfoya-foya itu adalah hasil

curian atau praktek-praktek kriminal lainnya, yang merugikan kepentingan

rakyat dan negara.

Orde Baru adalah sumber banyak penyakit parah

Seperti yang sudah kita saksikan atau alami sendiri masing-masing,

kebobrokan moral dan kebusukan mental ini sebenarnya sudah terjadi sejak

lahirnya kekuasaan rejim militer Orde Baru, yang diteruskan oleh berbagai

pemerintahan yang menyusulnya (pemerintahan Habibi, Abdurrahman Wahid,

Megawati dan SBY-JK sekarang). Dan bagi mereka yang benar-benar serius

mengamati perkembangan rakyat dan bangsa adalah jelas sekali bahwa terutama

sekali Orde Barunya Suharto-lah yang telah menimbulkan kerusakan moral dan

pembusukan mental di banyak kalangan masyarakat. Kerusakan moral ini tidak

hanya tercermin dalam pelanggaran HAM secara besar-besaran terhadap jutaan

golongan kiri pendukung politik Bung Karno saja. Dan, juga, tidak hanya

terwujud dalam merajalelanya korupsi secara parah dan ganas. Jauh lebih luas

dan lebih besar dari itu semua !

Orde Barunya rejim militer Suharto telah mengubur segala yang luhur dan

besar dari tradisi perjuangan banyak perintis kemerdekaan, hanya oleh karena

perintis kemerdekaan ini pada umumnya dianggap “kiri”, atau simpatisan dan

pendukung gagasan-gagasan besar Bung Karno. Seperti kita saksikan bersama,

selama pemerintahan Orde Baru perkataan “revolusi” tidak banyak terdengar

lagi, karena revolusi adalah musuh rejim militer Suharto. Begitu juga

perkataan “gotong royong”, “berdikari”, “kolonialisme” dan “imperialisme”,

“sosialisme”, dan NASAKOM adalah kata-kata yang sering diucapkan oleh Bung

Karno, yang kemudian dijadikan “taboo” selama jaman Orde Baru itu.

“De-Sukarnoisasi” yang dijalankan oleh Orde Baru adalah pada dasarnya

pengkhianatan terhadap perjuangan bangsa Indonesia untuk menciptakan

masyarakat adil dan makmur, masyarakat sosialis à la Indonesia dan

penguburan jiwa revolusioner sebagian besar rakyat Indonesia melawan

imperialisme. Sejak diberlakukannya “de-Sukarnoisasi” ini Orde Baru bukan

saja menjadikan bangsa kita sebagai antek imperialisme (terutama AS), dan

negara kita sebagai ladang pengurasan kekayaan bagi kepentingan modal asing,

melainkan juga telah merusak besar-besaran jiwa bangsa lewat berbagai

indoktrinasi yang menyesatkan. Akibat buruk berbagai macam indoktrinasi yang

menyesatkan ini kita bisa saksikan di berbagai bidang kehidupan bangsa

sampai sekarang.

Jadi, proses pembusukan moral secara besar-besaran ini sudah berjalan lebih

dari 40 tahun, dan dimulai sejak dibangunnya Orde Baru oleh “golongan tua”

TNI-AD di bawah pimpinan Suharto. Pembusukan moral inilah yang menimbulkan

di seluruh negeri kita berbagai masalah sulit dan parah sekarang ini di

bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, termasuk agama.

Tidak mungkin ada perubahan dan perbaikan, kalau ......

Sampai akhir tahun 2007, kalau kita baca suratkabar atau majalah Indonesia

(dan kita lihat tayangan di TV), maka tercerminlah di situ betapa banyaknya

persoalan-persoalan besar dan rumit yang harus dihadapi bangsa dan negara.

Banyak persoalan-persoalan ini bertumpuk-tumpuk karena tidak bisa ditangani

atau diselesaikan secara baik dan tuntas. Karena banyaknya persoalan, dan

juga karena parahnya, maka tipislah harapan bahwa persoalan-persoalan itu

akan dapat diselesaikan dalam tahun 2008. Bahkan, juga tidak akan mungkin

dalam tahun 2009 atau 2010 atau 2015 sekalipun, kalau kekuasaan politik

masih terus dipegang atau didominasi oleh orang-orang yang berjiwa Orde

Baru. Sebab, patut selalu kita ingat bahwa justru orang-orang yang berjiwa

Orde Baru-lah yang menjadi sumber penyakit bangsa, atau yang menjadi

penyebab banyak persoalan-persoalan parah di negeri kita.

Artinya, selama jangka waktu yang cukup lama di masa mendatang tidak mungkin

ada perubahan-perubahan besar yang bisa membawa perbaikan hidup bagi

sebagian terbesar rakyat kita yang sedang sangat menderita karena

kemiskinan, pengangguran, kelaparan, dan kekurangan kesehatan. Tentu saja,

tidak akan ada perubahan-perubahan besar yang menguntungkan kepentingan

orang banyak, karena kekuasaan politik ada dalam genggaman orang-orang yang

tidak peduli terhadap nasib rakyat. Mereka yang bermoral begitu rendah ini

tidak menginginkan adanya perubahan-perubahan besar atau perbaikan-perbaikan

fundamental dalam pengelolaan negara, karena mereka takut kehilangan

kesempatan untuk mencuri kekayaan rakyat dan negara. Para penjahat yang

menempati banyak kedudukan penting-penting dalam bidang eksekutif,

legislatif dan yudikatif, merasa lebih diuntungkan dengan adanya kebobrokan

moral dan ke-ambur-adulan pengelolaan kehidupan negara dan pemerintahan.

Hukum dan peradilan dapat “dibeli” dengan uang banyak

Para penjahat ini (di antaranya ada yang terdiri dari tokoh-tokoh

pemerintahan dan masyarakat, termasuk anggota-anggota perwakilan rakyat,

dan tokoh-tokoh partai politik dan agama) merasa terancam kalau KPK

betul-betul bisa melaksanakan tugas-tugasnya dalam memberantas korupsi

dengan tegas, konsekwen, jujur, tuntas, dan tidak pandang bulu

Sampai akhir tahun 2007, citra penegakan hukum (rule of law) di Indonesia

tidaklah cemerlang sama sekali. Menurut hasil survey, dunia peradilan di

negeri kita juga termasuk dalam kategori yang terkorup. Citra banyak hakim,

jaksa dan polisi dikotori oleh banyaknya berita dan desas-desus (yang

berdasar) tentang praktek suapan, sehingga penjahat-penjahat besar dapat

“membeli” hukum dan pengadilan dengan uang yang banyak (ingat kasus Tommy

Suharto, antara lain). Oleh karena itu, apakah dalam tahun 2008 dunia hukum

di negeri kita akan ada perbaikan adalah soal yang sulit diramalkan. Sebab,

masih cukup banyak persoalan-persoalan di Mahkamah Agung yang “tidak jelas

juntrungnya”. Juga di Kejaksaan Agung. Jadi, kita akan sama-sama menyaksikan

bahwa seruan PBB dan Bank Dunia untuk membenahi hukum dan peradilan di

Indonesia, antara lain dengan program StAR Initiative, tidak akan mempunyai

dampak yang besar.

Dalam tahun 2008 tidak banyak perubahan yang akan terjadi, karena sebagian

terbesar tokoh-tokoh dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat, akan sibuk

sekali dengan kegiatan-kegiatan menghadapi Pemilu 2009. Kesibukan luar biasa

dari partai-partai politik dan berbagai kalangan masyarakat untuk

diselenggarakannya Pemilu tahun 2009 ini tidak akan banyak pengaruhnya untuk

perbaikan nasib sebagian terbesar rakyat Indonesia.

Pemilu 2009 tidak akan mendatangkan perubahan besar

Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, rakyat Indonesia perlu menyadari

bahwa tidak perlu menaruh harapan terlalu besar atas hasil Pemilu 2009.

Sebab, akan sama-sama kita saksikan dan kita alami sendiri, bahwa Pemilu

2009 tidak akan mendatangkan perubahan-perubahan besar yang bisa memperbaiki

kehidupan rakyat banyak.

Pemilu tahun 2009 hanya akan tetap merupakan jalan bagi partai-partai

politik, yang selama ini sudah memegang kekuasaan politik, untuk terus

berkuasa. Sedangkan kita semua melihat bahwa sebagian besar partai-partai

politik itu (antara lain Golkar, PDI-P, Partai Demokrat, PPP) sudah

menunjukkan “bhakti”-nya atau “jasa”-nya (harap perhatikan tandakutip di

sini) kepada rakyat Indonesia, yang hasil negatifnya malah mendatangkan

penderitaan bagi banyak orang.

Oleh karena itulah, kita tidak perlu (atau,bahkan, tidak boleh !) menaruh

ilusi kepada hasil Pemilu 2009 yang akan datang. Seperti dibuktikan oleh

pengalaman yang sudah-sudah, pemilu yang diikuti oleh partai-partai

tradisional itu telah terbukti -- dengan jelas sekali ! -- tidak pernah

mendatangkan perubahan-perubahan besar yang menguntungkan perbaikan hidup

bagi sebagian terbesar rakyat, terutama rakyat miskin. Segala janji-janji

yang biasanya diuar-uarkan secara bagus-bagus dan muluk-muluk itu ternyata

hanyalah omongkosong saja , yang kemudian dicampakkan begitu saja atau

dilupakan, setelah pemilu lewat. Anggota-anggota berbagai perwakilan rakyat

(di tingkat nasional, propinsi, atau kabupaten) yang ditunjuk oleh

partai-partai, ...

Tidak ada komentar: