Menjelang ditutupnya tahun 2007, berikut ini adalah sekadar bahan untuk
renungan bersama mengenai masa depan rakyat beserta negara RI :
Dengan datangnya tahun baru 2008, maka mungkin ada banyak orang yang
bertanya-tanya apakah tahun baru ini akan bisa mendatangkan
perubahan-perubahan besar yang menguntungkan negara dan bangsa, serta bisa
memperbaiki kehidupan sebagian terbesar rakyat Indonesia?
Mohon ma’af terlebih dulu kepada para pembaca yang sekiranya mempunyai
harapan (atau ilusi?) bahwa tahun 2008 bisa merupakan tahun yang membawa
perubahan-perubahan besar yang menguntungkan rakyat. Sebab, tulisan ini
dengan terus-terang menyatakan bahwa tahun 2008 akan tetap mengecewakan atau
akan terus menyedihkan bagi sebagian terbesar rakyat kita. Terutama bagi
rakyat miskin yang jumlahnya lebih dari 40 juta orang, serta bagi orang yang
menganggur (termasuk pengangguran di kalangan orang muda) yang juga puluhan
juta jumlahnya.
Di samping itu, korupsi akan tetap terus merajalela, baik di kalangan atas,
menengah maupun kalangan bawah. Penyuapan, penggelapan, penyalahgunaan
kekuasaan dan praktek-praktek bathil lainnya akan terus banyak terjadi di
berbagai bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ketidakjujuran dan
ketidakadilan para hakim, para jaksa, para pejabat kepolisian, akan tetap
menjadikan hukum di Indonesia dilecehkan oleh banyak orang. Kebejatan moral
yang sangat meluas ini akan terus - dalam tahun 2008 – menjadikan bangsa
kita sakit parah.
Dan ketika sebagian terbesar rakyat kita mengalami penderitaan berat akibat
kehidupan sehari-hari yang sulit (bahkan banyak yang busung lapar) maka
kita akan menyaksikan juga bahwa sebagian kecil bangsa kita hidup dengan
kelewat mewah berlebih-lebihan. Yang patut kita kutuk atau kita hujat adalah
bahwa banyak kehidupan bermewah-mewah dan berfoya-foya itu adalah hasil
curian atau praktek-praktek kriminal lainnya, yang merugikan kepentingan
rakyat dan negara.
Orde Baru adalah sumber banyak penyakit parah
Seperti yang sudah kita saksikan atau alami sendiri masing-masing,
kebobrokan moral dan kebusukan mental ini sebenarnya sudah terjadi sejak
lahirnya kekuasaan rejim militer Orde Baru, yang diteruskan oleh berbagai
pemerintahan yang menyusulnya (pemerintahan Habibi, Abdurrahman Wahid,
Megawati dan SBY-JK sekarang). Dan bagi mereka yang benar-benar serius
mengamati perkembangan rakyat dan bangsa adalah jelas sekali bahwa terutama
sekali Orde Barunya Suharto-lah yang telah menimbulkan kerusakan moral dan
pembusukan mental di banyak kalangan masyarakat. Kerusakan moral ini tidak
hanya tercermin dalam pelanggaran HAM secara besar-besaran terhadap jutaan
golongan kiri pendukung politik Bung Karno saja. Dan, juga, tidak hanya
terwujud dalam merajalelanya korupsi secara parah dan ganas. Jauh lebih luas
dan lebih besar dari itu semua !
Orde Barunya rejim militer Suharto telah mengubur segala yang luhur dan
besar dari tradisi perjuangan banyak perintis kemerdekaan, hanya oleh karena
perintis kemerdekaan ini pada umumnya dianggap “kiri”, atau simpatisan dan
pendukung gagasan-gagasan besar Bung Karno. Seperti kita saksikan bersama,
selama pemerintahan Orde Baru perkataan “revolusi” tidak banyak terdengar
lagi, karena revolusi adalah musuh rejim militer Suharto. Begitu juga
perkataan “gotong royong”, “berdikari”, “kolonialisme” dan “imperialisme”,
“sosialisme”, dan NASAKOM adalah kata-kata yang sering diucapkan oleh Bung
Karno, yang kemudian dijadikan “taboo” selama jaman Orde Baru itu.
“De-Sukarnoisasi” yang dijalankan oleh Orde Baru adalah pada dasarnya
pengkhianatan terhadap perjuangan bangsa Indonesia untuk menciptakan
masyarakat adil dan makmur, masyarakat sosialis à la Indonesia dan
penguburan jiwa revolusioner sebagian besar rakyat Indonesia melawan
imperialisme. Sejak diberlakukannya “de-Sukarnoisasi” ini Orde Baru bukan
saja menjadikan bangsa kita sebagai antek imperialisme (terutama AS), dan
negara kita sebagai ladang pengurasan kekayaan bagi kepentingan modal asing,
melainkan juga telah merusak besar-besaran jiwa bangsa lewat berbagai
indoktrinasi yang menyesatkan. Akibat buruk berbagai macam indoktrinasi yang
menyesatkan ini kita bisa saksikan di berbagai bidang kehidupan bangsa
sampai sekarang.
Jadi, proses pembusukan moral secara besar-besaran ini sudah berjalan lebih
dari 40 tahun, dan dimulai sejak dibangunnya Orde Baru oleh “golongan tua”
TNI-AD di bawah pimpinan Suharto. Pembusukan moral inilah yang menimbulkan
di seluruh negeri kita berbagai masalah sulit dan parah sekarang ini di
bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, termasuk agama.
Tidak mungkin ada perubahan dan perbaikan, kalau ......
Sampai akhir tahun 2007, kalau kita baca suratkabar atau majalah Indonesia
(dan kita lihat tayangan di TV), maka tercerminlah di situ betapa banyaknya
persoalan-persoalan besar dan rumit yang harus dihadapi bangsa dan negara.
Banyak persoalan-persoalan ini bertumpuk-tumpuk karena tidak bisa ditangani
atau diselesaikan secara baik dan tuntas. Karena banyaknya persoalan, dan
juga karena parahnya, maka tipislah harapan bahwa persoalan-persoalan itu
akan dapat diselesaikan dalam tahun 2008. Bahkan, juga tidak akan mungkin
dalam tahun 2009 atau 2010 atau 2015 sekalipun, kalau kekuasaan politik
masih terus dipegang atau didominasi oleh orang-orang yang berjiwa Orde
Baru. Sebab, patut selalu kita ingat bahwa justru orang-orang yang berjiwa
Orde Baru-lah yang menjadi sumber penyakit bangsa, atau yang menjadi
penyebab banyak persoalan-persoalan parah di negeri kita.
Artinya, selama jangka waktu yang cukup lama di masa mendatang tidak mungkin
ada perubahan-perubahan besar yang bisa membawa perbaikan hidup bagi
sebagian terbesar rakyat kita yang sedang sangat menderita karena
kemiskinan, pengangguran, kelaparan, dan kekurangan kesehatan. Tentu saja,
tidak akan ada perubahan-perubahan besar yang menguntungkan kepentingan
orang banyak, karena kekuasaan politik ada dalam genggaman orang-orang yang
tidak peduli terhadap nasib rakyat. Mereka yang bermoral begitu rendah ini
tidak menginginkan adanya perubahan-perubahan besar atau perbaikan-perbaikan
fundamental dalam pengelolaan negara, karena mereka takut kehilangan
kesempatan untuk mencuri kekayaan rakyat dan negara. Para penjahat yang
menempati banyak kedudukan penting-penting dalam bidang eksekutif,
legislatif dan yudikatif, merasa lebih diuntungkan dengan adanya kebobrokan
moral dan ke-ambur-adulan pengelolaan kehidupan negara dan pemerintahan.
Hukum dan peradilan dapat “dibeli” dengan uang banyak
Para penjahat ini (di antaranya ada yang terdiri dari tokoh-tokoh
pemerintahan dan masyarakat, termasuk anggota-anggota perwakilan rakyat,
dan tokoh-tokoh partai politik dan agama) merasa terancam kalau KPK
betul-betul bisa melaksanakan tugas-tugasnya dalam memberantas korupsi
dengan tegas, konsekwen, jujur, tuntas, dan tidak pandang bulu
Sampai akhir tahun 2007, citra penegakan hukum (rule of law) di Indonesia
tidaklah cemerlang sama sekali. Menurut hasil survey, dunia peradilan di
negeri kita juga termasuk dalam kategori yang terkorup. Citra banyak hakim,
jaksa dan polisi dikotori oleh banyaknya berita dan desas-desus (yang
berdasar) tentang praktek suapan, sehingga penjahat-penjahat besar dapat
“membeli” hukum dan pengadilan dengan uang yang banyak (ingat kasus Tommy
Suharto, antara lain). Oleh karena itu, apakah dalam tahun 2008 dunia hukum
di negeri kita akan ada perbaikan adalah soal yang sulit diramalkan. Sebab,
masih cukup banyak persoalan-persoalan di Mahkamah Agung yang “tidak jelas
juntrungnya”. Juga di Kejaksaan Agung. Jadi, kita akan sama-sama menyaksikan
bahwa seruan PBB dan Bank Dunia untuk membenahi hukum dan peradilan di
Indonesia, antara lain dengan program StAR Initiative, tidak akan mempunyai
dampak yang besar.
Dalam tahun 2008 tidak banyak perubahan yang akan terjadi, karena sebagian
terbesar tokoh-tokoh dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat, akan sibuk
sekali dengan kegiatan-kegiatan menghadapi Pemilu 2009. Kesibukan luar biasa
dari partai-partai politik dan berbagai kalangan masyarakat untuk
diselenggarakannya Pemilu tahun 2009 ini tidak akan banyak pengaruhnya untuk
perbaikan nasib sebagian terbesar rakyat Indonesia.
Pemilu 2009 tidak akan mendatangkan perubahan besar
Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, rakyat Indonesia perlu menyadari
bahwa tidak perlu menaruh harapan terlalu besar atas hasil Pemilu 2009.
Sebab, akan sama-sama kita saksikan dan kita alami sendiri, bahwa Pemilu
2009 tidak akan mendatangkan perubahan-perubahan besar yang bisa memperbaiki
kehidupan rakyat banyak.
Pemilu tahun 2009 hanya akan tetap merupakan jalan bagi partai-partai
politik, yang selama ini sudah memegang kekuasaan politik, untuk terus
berkuasa. Sedangkan kita semua melihat bahwa sebagian besar partai-partai
politik itu (antara lain Golkar, PDI-P, Partai Demokrat, PPP) sudah
menunjukkan “bhakti”-nya atau “jasa”-nya (harap perhatikan tandakutip di
sini) kepada rakyat Indonesia, yang hasil negatifnya malah mendatangkan
penderitaan bagi banyak orang.
Oleh karena itulah, kita tidak perlu (atau,bahkan, tidak boleh !) menaruh
ilusi kepada hasil Pemilu 2009 yang akan datang. Seperti dibuktikan oleh
pengalaman yang sudah-sudah, pemilu yang diikuti oleh partai-partai
tradisional itu telah terbukti -- dengan jelas sekali ! -- tidak pernah
mendatangkan perubahan-perubahan besar yang menguntungkan perbaikan hidup
bagi sebagian terbesar rakyat, terutama rakyat miskin. Segala janji-janji
yang biasanya diuar-uarkan secara bagus-bagus dan muluk-muluk itu ternyata
hanyalah omongkosong saja , yang kemudian dicampakkan begitu saja atau
dilupakan, setelah pemilu lewat. Anggota-anggota berbagai perwakilan rakyat
(di tingkat nasional, propinsi, atau kabupaten) yang ditunjuk oleh
partai-partai, ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar